Gowes ke Rawa Jombor Klaten

Mungkin ini adalah gowes terjauh dengan sepeda saya sampai sekarang ini. Niat banget sih ini berangkat ke Klaten sendirian  buat sepedaan. Temen saya bilang ini namanya kurang kerjaan, tapi saya bilang ini namanya kesenangan. Namanya hobi mau gimana lagi donk? Walaupun jauh mah ga terasa.


Pulang kerja jam 3 ke kosan buat nyempetin tidur sebentar. Lumayan bisa sedikit menyegarkan otak dan pikiran. Bangun pukul 5 sore dan siap-siap berangkat. Jarak kosan ke Klaten sekitar 45 Km. Samalah jaraknya kalau kita muterin seluruh ringroad di Jogja. Lama perjalanan sekitar 2 jam dengan kecepatan sedang. Jalanan Jogja Solo memang cukup ramai. Harus benar benar berhati hati dengan kendaraan lain.

Sampai di Klaten sehabis Isya. Saya berhenti di depan Kantor Bupati karena memang sudah janjian sama Delis untuk ketemu di situ. Dia adalah teman kerja saya di hotel. Malam itu saya bermalam di rumah dia. Baru pada pagi harinya kita akan bersepeda bersama ke Rawa Jombor. Delis datang bersama anaknya Rafael. Lalu kita pergi kerumah dia yang letaknya ngga terlalu jauh dari Kantor Bupati.

Asal-Usul Rawa Jombor

Rawa Jombor merupakan sebuah rawa yang terletak di tengah Desa Krakitan. Rawa ini dikelilingi oleeh bukit-bukit yang sebagian besar merupakan pegunungan kapur. Rawa Jombor beerjarak kurang lebih 8 km dari kota Klaten. Rawa ini memiliki luas 198 ha dengan kedalaman meencapai 4,5 m dan meemiliki daya tampung air 4 juta m3. Tanggul yang mengelilingi rawa ini sepanjang 7,5 km dengan lebar tanggul 12 m.

 

 Daerah Rawa Jombor dahulu sebenarnya merupakan dataran rendah yang berbeentuk cekungan luas dan dikelilingi oleh barisan pegunungan. Hal ini menyebabkan dataran rendah tersebut sering tergeenang aiir, baik pada saat musim hujan maupun musim kemarau. Daerah tersebut dinamakan Rawa Jombor karena daerah tersebut sering tergenang air sehingga disebut rawa dan terletah di Desa Jombor yang kini berubah menjadi Desa Krakitan. Genangan air ini akan semakin tinggi saat musim hujan karena dari sebelah barat laut terdapat sungai yang bernama Kali Ujung dan kali Dengkeng. Kedua sungai tersebut selalu meluap saat musim hujan dan selalu mengarah ke Rawa Jombor. Luapan air ini membuat Rowo Jombor semakin meluas dan menggenangi rumah warga serta sawah yang berada disekelilingnya sehingga banyak warga yang terpaksa dipindahkan ke tempat yang lebih aman di tepi rawa atau tegalan disekitarnya.

 

Pada tahun 1901, Sinuwun Paku Buwono ke-X bersama dengan pemerintah belanda mendirikan pabrik gula Manisharjo  di daerah Pedan, Klaten. Dibukanya pabrik gula ini membuat seluruh lahan pertanian di daerah Pedan tersebut ditanami dengan tanaman tebu. Luasnya lahan yang digunakan untuk perkebunan tebu tersebut meningkatkan jumlah kebutuhan air untuk irigasi. Sehingga Sinuwun Paku Buwono ke-X dan Pemerintah Belanda yang mengetahui keberadaan Rawa Jombor dengan jumlah air yang melimpah berencana untuk membuat saluran irigasi dari Rawa Jombor menuju areal perkebunan tebu tersebut. Pembangunan saluran irigasi tersebut dimulai pada tahun 1917 dengan cara membuat terowongan sepanjang 1 km menerobos pegunungan yang mengelilingi rawa serta talang air diatas kali Dengkeng. Pekerjaan ini akhirnya selesai pada tahun 1921 dan setiap tahun Sinuwun Paku Buwono ke-X selalu mengunjungi Rawa Jombor walaupun hanya untuk sekedar naik perahu atau melihat pemandangan.

 

Pada saat penjajahan Jepang, pabrik gula Manisharjo yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah Belanda menjadi bangkrut. Pada tahun 1943-1944, oleh pemerintah Jepang, Rawa Jombor kemudian dijadikan waduk dengan dibangunnya tanggul disekeliling rawa dengan memanfaatkan tenaga kerja paksa (romusha). Sebelum dibangun tanggul, luas rawa jombor sekitar 500 hektar sementara setelah dibangun tanggul dengan lebar 5 m maka luasnya menjadi 180 hektar.
Setelah penjajahan Jepang berakhir Rawa Jombor tetap dimanfaatkan sebagai waduk untuk menampung air irigasi bahkan pada tahun 1956, pemerintah kota Klaten menetapkan Rawa Jombor sebagai tujuan wisata dengan melakukan pembangunan tempat peristirahatan untuk pengunjung. Pada tahun 1967-1968, setelah adanya pemerintahan Orde Baru, pemerintah kota Klaten memanfaatkan para tahanan politik (tapol) untuk melakukan perbaikan Rawa Jombor. Perbaikan tersebut dilakukan dengan memperlebar tanggul yang awalnya hanya 5 meter menjadi 12 meter. Pekerjaan tersebut selesai dalam 7 bulan dengan menyerap tenaga kerja tapol sebanyak 1700 orang



Di dekat rawa itu ada yang namanya Bukit Cinta. Kurang tau kenapa bisa dikasih nama tersebut. Sepertinya karena sering dipakai untuk tempat pacaran. Cukup menguras nafas dan tenaga untuk naik ke atas bukit ini. Apalagi dengan sepeda saya yang murah buatan Cina ini. Tapi berhasil juga si buat naik keatas tanpa berhenti. 

Di atas bukit ada panggung hiburan yang biasa digunakan untuk pentas seni seperti dangdutan. Semua area rawa terlihat jelas dari atas sini. Satu hal yang paling saya senang disini, yaitu waktu turunnya. Enak banget ngegelindingin dari atas.



Selesai mengelilingi rawa, sepedaan kita lanjut ke Bayat sampai masuk ke wilayah Kabupaten Gunungkidul, lupa di mana persisnya. Kalau ga salah wilayah Kecamatan Gedang Sari. Di sana katanya ada air terjun yang bagus. 


Jalanan kesana lebih menanjak dari jalanan di Bukit Cinta. aspalnya pun sudah mulai rusak. Tapi sayangnya pas sampai air terjunnya kering kerontang karena sedang musim kemarau. Akhirnya cuma main-main di kali.


Sebenarnya capek sekali sepedaan jauh-jauh gini, tapi satu yang pasti lelah itu hilang terganti dengan pengalaman yang tak bisa terlupakan. 








No comments:

Post a Comment